Baru-baru ini dunia pendidikan digemparkan dengan skandal pelecehan sexual yang dilakukan oleh petugas kebersihan di sebuah sekolah berstandar internasional di Jakarta. Sekolah yang notabene mempunyai fasilitas yang memadai, dan tenaga pengajar yang banyak dari Negara asing dan segudang kelebihan lainya.
Apakah tersedianya semua fasilitas yang serba ada tersebut berbanding lurus dengan kualitas? Secara umum mungkin iya, namun perlu diteliti kembali dari aspek dan sudut pandang yang lain.
Menurut hemat saya pada prinsipnya tujuan pendidikan ada dua ;
1. Menciptakan manusia yang mandiri dan terampil.
2. Menciptakan manusia yang memiliki budi pekerti yang luhur.
Budi pekerti yang luhur mencakup nilai-nilai agama, sosial, budaya, dan bermasyarakat. Bagaimana dikatakan berhasil ketika sebuah lembaga pendidikan menghasilkan manusia yang cerdas tetapi pandai mengkorupsi uang Negara. Apakah juga pendidikan itu berhasil jika manghasilkan seorang anak manusia yang punya bakat seni yang luar biasa sehingga menjadi seorang selebritis papan atas tetapi kemudian membawa ibu kandungya ke pengadilan hanya gara-gara sang ibu melarang berpacaran.
Apakah model manusia diatas yang diharapkan dari pendidikan nasional yang kurikulumnya setiap ganti presiden berganti kurikulum juga? Saya kira anda tidak ingin anak anda menjadi seorang direktur sebuah perusahaan internasional akan tetapi anak anda mempanti jompokan anda di hari tua.
Pada era 70 dan 80 –an orang –orang merasa bangga memakai barang import dari negeri barat. Namun sekarang kebanggaan itu telah bergeser. Mereka akan bangga kalau bisa menyekolahkan anaknya di sekolah –sekolah unggulan di bekasi dan Jakarta atau di kota besar lainya yang mengadopsi pendidikan gaya barat.
Sekolah yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar didalam proses belajar mengajar. Dilingkungan sekolah tersebut anak –anak diharuskan berbicara, bergaya dan bergaul seperti orang barat atau bahkan lebih barat dari orang barat.
Ada sekolah negeri yang ikut-ikutan mereka membuka kelas yang katanya berstandar internasional yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa “pengantar” . Namun kenyataanya jauh panggang dari pada api. Pemerintah juga akhirnya menutup program sekolah berstandar internasional tersebut. Bagaimana tidak ditutup, guru IPA misalnya yang bahasa inggrisnya pas-pasan memaksakan menggunakan bahasa inggris didalam pembelajaran, membuat soal ulangan dan ujian. Apa yang terjadi, dengan modal bahasa inggris yang kurang memadai akhirnya membuat soal ulangan dengan jalan cepat “ Transtool”. Dengan software tersebut seolah – olah sang guru IPA pandai berbahasa inggris. Akan tetapi bagi orang yang paham bahasa inggris sangatlah tampak kalau bahasa yang digunakan adalah bahasa mesin bukan bahasa manusia. Instan, semua serba cepat, seperti mie instan yang memenuhi rasa lapar untuk sementara tetapi satu bungkus mie instan bukanlah sumber energy yang cukup untuk bekerja seharian.
Pendidikan barat itu bagus, hebat, benarkah? Jawabnya tidak 100% bagus walaupun banyak bagusnya. Untuk masyarakat kita tidak semua yang dari barat cocok diterapkan.
- Orang barat bilang pakai rok mini itu kreatifitas dalam dunia fashion orang kita bilang itu tidak sopan dan pamer aurat.
- Orang barat memanggil gurunya dengan namanya orang kita katakan kurang ajar.
- Orang barat bilang pendidikan sex perlu agar terhindar dari penyakit kelamin harus pakai kondom orang kita katakan mengajarkan berzina.
- Orang barat bisa menuntut ayah dan ibunya ke pengadilan karena dilarang pacaran dengan alasan melangar HAM orang kita bilang durhaka kepada orang tua.
Belum lagi kalau bicara masalah agama orang barat sangat tidak suka ditanya “ what’ s your religion?” kenapa? Karena sebagian mereka sudah meninggalkan agama didalam kehidupan sehari-hari. Selain itu ada kebiasaan yang bapak-bapak kita dahulu tidak mengenalnya seperti perayaan tahun baru, valentine day, Halloween dan prompt night. Semua perayaan tersebut mengajarkan anak-anak kita berperilaku dan bergaul bebas yang menghilangkan rasa malu mereka.
Pendidikan barat memang bagus namun tidak semua yang dari barat pas untuk bangsa kita. Kita ambil pelajaran dari sultan Brunai yang berani menegakkan syariat islam didalam bernegara walaupun seribu atau mungkin sejuta cacian dan hujatan menghujam. Kita tidak tolak apa yang datang dari barat semuanya namun kita juga harus “ bijaksini” selain bijaksana. Budaya timur dan aturan agama yang selama ini menjadi pegangan kakek-kakek kita masih tetap relevan kalau kita mau identitas kita sebagai bangsa Indonesia tetap ada dan dihormati oleh bangsa lain.
Ketika anda bergaul dengan orang bule kemudian anda menunjukan ketimuran anda ketika disodorin bir anda katakan “ I don’t drink alcohol” . Apakah dengan sikap demikian harga diri anda akan jatuh? Saya yakin si bule akan semakin menghargai anda sebagai orang yang beragama dan orang Indonesia.
Apakah tersedianya semua fasilitas yang serba ada tersebut berbanding lurus dengan kualitas? Secara umum mungkin iya, namun perlu diteliti kembali dari aspek dan sudut pandang yang lain.
Menurut hemat saya pada prinsipnya tujuan pendidikan ada dua ;
1. Menciptakan manusia yang mandiri dan terampil.
2. Menciptakan manusia yang memiliki budi pekerti yang luhur.
Budi pekerti yang luhur mencakup nilai-nilai agama, sosial, budaya, dan bermasyarakat. Bagaimana dikatakan berhasil ketika sebuah lembaga pendidikan menghasilkan manusia yang cerdas tetapi pandai mengkorupsi uang Negara. Apakah juga pendidikan itu berhasil jika manghasilkan seorang anak manusia yang punya bakat seni yang luar biasa sehingga menjadi seorang selebritis papan atas tetapi kemudian membawa ibu kandungya ke pengadilan hanya gara-gara sang ibu melarang berpacaran.
Apakah model manusia diatas yang diharapkan dari pendidikan nasional yang kurikulumnya setiap ganti presiden berganti kurikulum juga? Saya kira anda tidak ingin anak anda menjadi seorang direktur sebuah perusahaan internasional akan tetapi anak anda mempanti jompokan anda di hari tua.
Pada era 70 dan 80 –an orang –orang merasa bangga memakai barang import dari negeri barat. Namun sekarang kebanggaan itu telah bergeser. Mereka akan bangga kalau bisa menyekolahkan anaknya di sekolah –sekolah unggulan di bekasi dan Jakarta atau di kota besar lainya yang mengadopsi pendidikan gaya barat.
Sekolah yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar didalam proses belajar mengajar. Dilingkungan sekolah tersebut anak –anak diharuskan berbicara, bergaya dan bergaul seperti orang barat atau bahkan lebih barat dari orang barat.
Ada sekolah negeri yang ikut-ikutan mereka membuka kelas yang katanya berstandar internasional yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa “pengantar” . Namun kenyataanya jauh panggang dari pada api. Pemerintah juga akhirnya menutup program sekolah berstandar internasional tersebut. Bagaimana tidak ditutup, guru IPA misalnya yang bahasa inggrisnya pas-pasan memaksakan menggunakan bahasa inggris didalam pembelajaran, membuat soal ulangan dan ujian. Apa yang terjadi, dengan modal bahasa inggris yang kurang memadai akhirnya membuat soal ulangan dengan jalan cepat “ Transtool”. Dengan software tersebut seolah – olah sang guru IPA pandai berbahasa inggris. Akan tetapi bagi orang yang paham bahasa inggris sangatlah tampak kalau bahasa yang digunakan adalah bahasa mesin bukan bahasa manusia. Instan, semua serba cepat, seperti mie instan yang memenuhi rasa lapar untuk sementara tetapi satu bungkus mie instan bukanlah sumber energy yang cukup untuk bekerja seharian.
Pendidikan barat itu bagus, hebat, benarkah? Jawabnya tidak 100% bagus walaupun banyak bagusnya. Untuk masyarakat kita tidak semua yang dari barat cocok diterapkan.
- Orang barat bilang pakai rok mini itu kreatifitas dalam dunia fashion orang kita bilang itu tidak sopan dan pamer aurat.
- Orang barat memanggil gurunya dengan namanya orang kita katakan kurang ajar.
- Orang barat bilang pendidikan sex perlu agar terhindar dari penyakit kelamin harus pakai kondom orang kita katakan mengajarkan berzina.
- Orang barat bisa menuntut ayah dan ibunya ke pengadilan karena dilarang pacaran dengan alasan melangar HAM orang kita bilang durhaka kepada orang tua.
Belum lagi kalau bicara masalah agama orang barat sangat tidak suka ditanya “ what’ s your religion?” kenapa? Karena sebagian mereka sudah meninggalkan agama didalam kehidupan sehari-hari. Selain itu ada kebiasaan yang bapak-bapak kita dahulu tidak mengenalnya seperti perayaan tahun baru, valentine day, Halloween dan prompt night. Semua perayaan tersebut mengajarkan anak-anak kita berperilaku dan bergaul bebas yang menghilangkan rasa malu mereka.
Pendidikan barat memang bagus namun tidak semua yang dari barat pas untuk bangsa kita. Kita ambil pelajaran dari sultan Brunai yang berani menegakkan syariat islam didalam bernegara walaupun seribu atau mungkin sejuta cacian dan hujatan menghujam. Kita tidak tolak apa yang datang dari barat semuanya namun kita juga harus “ bijaksini” selain bijaksana. Budaya timur dan aturan agama yang selama ini menjadi pegangan kakek-kakek kita masih tetap relevan kalau kita mau identitas kita sebagai bangsa Indonesia tetap ada dan dihormati oleh bangsa lain.
Ketika anda bergaul dengan orang bule kemudian anda menunjukan ketimuran anda ketika disodorin bir anda katakan “ I don’t drink alcohol” . Apakah dengan sikap demikian harga diri anda akan jatuh? Saya yakin si bule akan semakin menghargai anda sebagai orang yang beragama dan orang Indonesia.
0 Response to "wajah pendidikan nasional seperti apa?"
Posting Komentar